Sungai Ciapus, berada di sebelah Utara Desa Cikarawang |
Potensi sumber daya air merupakan keunggulan desa Cikarawang. Berapa Jumlah Mata Air di Desa Cikarawang? Adalah pertanyaan yang belum terjawab, setelah bulan mei lalu kami menggali potensi sumber air baca Bercerita Air, Sosial dan Masyarakatnya..
Minggu 26
Oktober, kami berencana kembali berkegiatan di Desa Cikarawang. Suasana panas
terik matahari tidak meyurutkan semangat kami untuk berkegiatan hari ini. Tidak
ada proposal ataupun rencana yang sangat rigit, mengapa kami mau berkegiatan di
Desa Cikarawang? Bagi saya, berjalan berkeliling sambil ngobrol dengan
masyarakat Desa, adalah suatu kebutuhan. Kebutuhan untuk belajar mengenal
lingkungan sekitar lebih dekat.
Air itu
penting bagi kehidupan manusia untuk tumbuh dan berkembang. Kepentingan ini harus
diimbangi dengan ketersedian air yang ada. Salah satu cara untuk mengimbanginya
yaitu dengan kepedulian akan lingkungan sekitar. Mengapa? Karena lingkungan
sekitar adalah lingkungan yang paling dekat yang akan menjadi daya dukung untuk
kehidupan kita.
Kepedulian kita
terhadap lingkungan sekitar akan muncul ketika kita mengetahui kondisi langsung
di masyarakat. Caranya yaitu dengan langsung berjalan menelusuri tempat
masyarakat tinggal. Kepedulian itu baik dimulai dari diri sendiri, dari waktu
secepatnya dan dari lokasi sekitar. Kami tinggal di Kabupaten Bogor kecamatan
Dramaga. Salah satu Desa di Dramaga yaitu Desa Cikarawang yang lokasinya
sangat-sangat dekat dengan kampus Pertanian tertua di Indonesia. Berdasar hasil
diskusi dengan Bapak Sapturi Kepala Desa Cikarawang, beliau sangat senang bila
ada mahasiswa yang mengkaji tentang air di Desanya.
Desa Cikarawang
memiliki potensi sumber daya air yang besar (Profil Desa Cikarawang 2013). Sepertinya
ini dikarenakan kondisi geografi Desa. Desa Cikarawang dikelilingi dua aliran
sungai, yaitu sungai Ciapus di sebelah selatan dan sungai Cisadane di sebelah
utara. Desa ini memiliki dua Danau (Situ) yang mengaliri areal sawah
masyarakat, yaitu Situ Burung dan Situ Panjang. Secara adiministratif, Luas
Desa Cikarawang sekitar 226,56 hektar terdiri atas 2 kampung, yaitu Kampung
Carangpulang dan kampung Cangkrang.
Tahap persiapan
Seperti biasa,
sebelum ke lapangan kami melakukan briefing untuk pemahaman bersama apa yang
hendak kami lakukan. Pada Mei silam, anggota Lawalata melakukan kajian air.
Hasil kajian menyatakan perlunya pemetaan titik air untuk mengetahui pasti
jumlah pasti titik Pancuran di Desa Cikarawang. Proses Briefing, setiap orang
menyampaikan apa ide dan sarannya agar kegiatan ini berjalan optimal.
Tim kali ini
ada 4 orang yaitu Bonceng, Bakel, Gumoh dan Suki. Untuk melengkapi data, kami
membawa kamera dan alat tulis. Kami membuat catatan untuk nama Pancuran,
lokasi, vegetasi atau tumbuhan di sekitar Pancuran dan pemanfaatannya. Sebenarnya
kami ingin melakukan pemetaan koordinat titik mata air dengan GPS. Namun
sepertinya pemetaan belum dapat dilakukan hari ini karena GPS dipakai oleh anggota Lawalata lainnya.
Lokasi
pertama kami yaitu Pancuran di sekitar sungai Ciapus. Kami berhasil menemui dua
Pancuran berdasar informasi warga sekitar. Untuk menuju lokasi, kami haru
melalui jalan setapak, melewati ladang masyarakat, semak belukar, turun menuju
sungai, lalu berjalan di tepi sungai menuju mata air. Walau matahari sedang
terik-teriknya, saat berjalan di sini saya merasakan kesejukan, karena kondisi
kami tertutupi rumpun Bambu dan banyak tumbuhan lainnya. Setelah berjalan
sekitar 200 meter, kami melihat air keluar dari tanah.
Masyarakat
sekitar menyebut kedua Pancuran ini Leuwi Lowa. Saat kami tanya kepada mereka
apa arti dari Leuwi Lowa? Mereka menjawab dari dulu ya kami biasa menyebutnya
dengan itu. Leuwi sendiri dalam bahasa Sunda artinya Sungai Besar. Saya
menyimpulkan, mungkin kami belum bertemu
orang sebagai narasumber yang mengetahui sejarah mengapa Pancuran tersebut
bernama Leuwi Lowa.
Pancuran Leuwi
Lowa, yang satu airnya lebih deras dari Pancuran yang satunya. Masyarakat biasa
menggunakan Pancuran untuk minum dan memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Penuturan masyarakat, Pancuran Lowa sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar yang
tidak memiliki sumur di rumahnya. Bahkan warga yang memiliki sumur pun turut
menikmati Pancuran Lowa akibat air sumur di rumahnya yang menyusut saat musim
kemarau. Pancuran ini sudah diberi peralon agar mudah masyarakat mengambil air.
Namun, tidak ada wadah bak penampung sehingga air terus mengalir meluncur bebas.
Seperti biasa,
pemandangan di sekitar Pancuran banyaknya sampah berserakan seperti sampah
kemasan sampo dan sabun. Selain itu timbul aroma bau yang kurang sedap. Menurut
saya bau ini berasal dari air sungai yang tercemar sampah ditambah dengan
aliran air sungai yang lambat karena air sungai terlihat surut. Dari Pancuran
Lowa kami melanjutkan perjalanan.
Beruntung hari
ini kami bertemu dengan teman sekelas Gumoh yang bernama Dodi. Dari Leuweng
Lowa kami menuju Pancuran lainnya berdasar rekomendasi Dodi. Hasilnya, kami
menemui dua pancuran yang tidak memiliki nama (sebutan masyarakat hanya
Pancuran). Vegetasi atau tumbuhan yang
ada di sekitar Pancuran ini yaitu rumpun Bambu.
Waktu
perjalanan kami menelusuri Desa sekitar 3 jam. Hasilnya, kami berhasil
mengunjungi 14 Pancuran. Data ini masih sementara, karena kami tahu masih
banyak Pancuran yang belum secara langsung kami kunjungi. Kami merasa masih
diperlukan beberapa kali menelusuri Cikarawang untuk hasil yang lebih lengkap. Kunjungan
terakhir kami hari ini yaitu Pancuran Benda, pancuran yang membuat kami takjub
akan nuansa alamnya. Sebelum pulang, kami melipir ke Warung Umi Ernah yang
berada di bibir Situ Burung. Kami berteduh di warung Umi karena sore hari hujan
turun cukup deras.
Kali ini
bukanlah lapangan terakhir. Artinya kami akan kembali untuk menelusuri potensi
sumber daya air di Desa Cikarawang. Karena berbicara potensi air, kami masih
penasaran, berapa jumlah Pancuran di Desa Cikarawang?
oleh Suki.
oleh Suki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar