Entri Populer

Minggu, 26 Oktober 2014

Menelusuri Mata Air

Sungai Ciapus, berada di sebelah Utara Desa Cikarawang

Potensi sumber daya air merupakan keunggulan desa Cikarawang. Berapa Jumlah Mata Air di Desa Cikarawang? Adalah pertanyaan yang belum terjawab, setelah bulan mei lalu kami menggali potensi sumber air baca Bercerita Air, Sosial dan Masyarakatnya..
Minggu 26 Oktober, kami berencana kembali berkegiatan di Desa Cikarawang. Suasana panas terik matahari tidak meyurutkan semangat kami untuk berkegiatan hari ini. Tidak ada proposal ataupun rencana yang sangat rigit, mengapa kami mau berkegiatan di Desa Cikarawang? Bagi saya, berjalan berkeliling sambil ngobrol dengan masyarakat Desa, adalah suatu kebutuhan. Kebutuhan untuk belajar mengenal lingkungan sekitar lebih dekat.
Air itu penting bagi kehidupan manusia untuk tumbuh dan berkembang. Kepentingan ini harus diimbangi dengan ketersedian air yang ada. Salah satu cara untuk mengimbanginya yaitu dengan kepedulian akan lingkungan sekitar. Mengapa? Karena lingkungan sekitar adalah lingkungan yang paling dekat yang akan menjadi daya dukung untuk kehidupan kita.
Kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar akan muncul ketika kita mengetahui kondisi langsung di masyarakat. Caranya yaitu dengan langsung berjalan menelusuri tempat masyarakat tinggal. Kepedulian itu baik dimulai dari diri sendiri, dari waktu secepatnya dan dari lokasi sekitar. Kami tinggal di Kabupaten Bogor kecamatan Dramaga. Salah satu Desa di Dramaga yaitu Desa Cikarawang yang lokasinya sangat-sangat dekat dengan kampus Pertanian tertua di Indonesia. Berdasar hasil diskusi dengan Bapak Sapturi Kepala Desa Cikarawang, beliau sangat senang bila ada mahasiswa yang mengkaji tentang air di Desanya.
Desa Cikarawang memiliki potensi sumber daya air yang besar (Profil Desa Cikarawang 2013). Sepertinya ini dikarenakan kondisi geografi Desa. Desa Cikarawang dikelilingi dua aliran sungai, yaitu sungai Ciapus di sebelah selatan dan sungai Cisadane di sebelah utara. Desa ini memiliki dua Danau (Situ) yang mengaliri areal sawah masyarakat, yaitu Situ Burung dan Situ Panjang. Secara adiministratif, Luas Desa Cikarawang sekitar 226,56 hektar terdiri atas 2 kampung, yaitu Kampung Carangpulang dan kampung Cangkrang.

Tahap persiapan
Seperti biasa, sebelum ke lapangan kami melakukan briefing untuk pemahaman bersama apa yang hendak kami lakukan. Pada Mei silam, anggota Lawalata melakukan kajian air. Hasil kajian menyatakan perlunya pemetaan titik air untuk mengetahui pasti jumlah pasti titik Pancuran di Desa Cikarawang. Proses Briefing, setiap orang menyampaikan apa ide dan sarannya agar kegiatan ini berjalan optimal.
Tim kali ini ada 4 orang yaitu Bonceng, Bakel, Gumoh dan Suki. Untuk melengkapi data, kami membawa kamera dan alat tulis. Kami membuat catatan untuk nama Pancuran, lokasi, vegetasi atau tumbuhan di sekitar Pancuran dan pemanfaatannya. Sebenarnya kami ingin melakukan pemetaan koordinat titik mata air dengan GPS. Namun sepertinya pemetaan belum dapat dilakukan hari ini karena  GPS dipakai oleh anggota Lawalata lainnya.
        Lokasi pertama kami yaitu Pancuran di sekitar sungai Ciapus. Kami berhasil menemui dua Pancuran berdasar informasi warga sekitar. Untuk menuju lokasi, kami haru melalui jalan setapak, melewati ladang masyarakat, semak belukar, turun menuju sungai, lalu berjalan di tepi sungai menuju mata air. Walau matahari sedang terik-teriknya, saat berjalan di sini saya merasakan kesejukan, karena kondisi kami tertutupi rumpun Bambu dan banyak tumbuhan lainnya. Setelah berjalan sekitar 200 meter, kami melihat air keluar dari tanah.
Masyarakat sekitar menyebut kedua Pancuran ini Leuwi Lowa. Saat kami tanya kepada mereka apa arti dari Leuwi Lowa? Mereka menjawab dari dulu ya kami biasa menyebutnya dengan itu. Leuwi sendiri dalam bahasa Sunda artinya Sungai Besar. Saya menyimpulkan, mungkin kami  belum bertemu orang sebagai narasumber yang mengetahui sejarah mengapa Pancuran tersebut bernama Leuwi Lowa.
Pancuran Leuwi Lowa, yang satu airnya lebih deras dari Pancuran yang satunya. Masyarakat biasa menggunakan Pancuran untuk minum dan memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Penuturan masyarakat, Pancuran Lowa sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar yang tidak memiliki sumur di rumahnya. Bahkan warga yang memiliki sumur pun turut menikmati Pancuran Lowa akibat air sumur di rumahnya yang menyusut saat musim kemarau. Pancuran ini sudah diberi peralon agar mudah masyarakat mengambil air. Namun, tidak ada wadah bak penampung sehingga air terus mengalir meluncur bebas.
Seperti biasa, pemandangan di sekitar Pancuran banyaknya sampah berserakan seperti sampah kemasan sampo dan sabun. Selain itu timbul aroma bau yang kurang sedap. Menurut saya bau ini berasal dari air sungai yang tercemar sampah ditambah dengan aliran air sungai yang lambat karena air sungai terlihat surut. Dari Pancuran Lowa kami melanjutkan perjalanan.
Beruntung hari ini kami bertemu dengan teman sekelas Gumoh yang bernama Dodi. Dari Leuweng Lowa kami menuju Pancuran lainnya berdasar rekomendasi Dodi. Hasilnya, kami menemui dua pancuran yang tidak memiliki nama (sebutan masyarakat hanya Pancuran). Vegetasi atau  tumbuhan yang ada di sekitar Pancuran ini yaitu rumpun Bambu.
          Waktu perjalanan kami menelusuri Desa sekitar 3 jam. Hasilnya, kami berhasil mengunjungi 14 Pancuran. Data ini masih sementara, karena kami tahu masih banyak Pancuran yang belum secara langsung kami kunjungi. Kami merasa masih diperlukan beberapa kali menelusuri Cikarawang untuk hasil yang lebih lengkap. Kunjungan terakhir kami hari ini yaitu Pancuran Benda, pancuran yang membuat kami takjub akan nuansa alamnya. Sebelum pulang, kami melipir ke Warung Umi Ernah yang berada di bibir Situ Burung. Kami berteduh di warung Umi karena sore hari hujan turun cukup deras.
Kali ini bukanlah lapangan terakhir. Artinya kami akan kembali untuk menelusuri potensi sumber daya air di Desa Cikarawang. Karena berbicara potensi air, kami masih penasaran, berapa jumlah Pancuran di Desa Cikarawang?

oleh Suki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar