Entri Populer

Selasa, 30 September 2014

Refleksi Diri Berbicara Pertanian


Lagi lagi diskusi membahas pertanian. Bagi saya ini adalah refleksi diri. Hari ini pada kelas menulis perdana (Sabtu 6 September 2014), narasumber M Riza Febriano memberikan pandangan kondisi kekinian pertanian di Indonesia. Saya menangkap  apa yang disampaikan beliau, bahwa kini pertanian di Indonesia mengalami krisis multidimensi, artinya pertanian mengalami krisis dari berbagai segi aspek, diantaranya kebijakan pemerintah yang kurang mendukung sektor pertanian, peran institusi pendidikan yang tidak mendekatkan mahasiswa terhadap realita pertanian dan rasa percaya diri kita 'yang lemah' melihat kondisi pertanian.

Selanjutnya, Riza menerangkan bahwa pertanian merupakan penciptaan ekosistem baru untuk penyediaan bahan pangan. Jadi, mau tidak mau setiap individu harus 'peduli' terhadap pertanian, bagaimanapun buruk baiknya kondisi pertanian saat ini. Alasannya sangat sederhana, bahwa setiap orang membutuhkan makanan, dan makanan itu hanya bisa diperoleh bila ada pertanian.

Lalu pertanyaan yang muncul, apa yang dapat kita lakukan? Peserta diskusi, mba Itok menanggapi, kita dapat memulai aksi nyata dimulai dari hal yang mudah. Sebagai contoh mencoba menanam cabe di pot dan mendatangi petani yang ada di sekitar kita (melihat sawah). Intinya adalah mari bergerak aksi, tidak terus melakukan kajian-kajian namun tidak melakukan aksi.

Ayo beraksi di sektor pertanian, dimulai dari kajian, berdiskusi, dan mencoba memulai dari hal yang mudah yang bisa dilakukan diri kita sendiri. Yang bagi saya, ini adalah refleksi diri.


Oleh : Suki

Selasa, 23 September 2014

PENANGKAP HIU DI LOMBOK TIMUR



Penangkapan hiu merupakan salah satu aktivitas yang sulit dihilangkan dari kebiasaan nelayan yang berada di Tanjungluar, Lombok Timur. Penangkapan hiu sudah mulai dilakukan sejak dahulu di Tanjungluar, bahkan penangkapan hiu merupakan salah satu penangkapan utama di daerah tersebut. Mereka  belajar menangkap hiu secara tradisional yang diajarkan oleh nenek moyang mereka. Hingga sekarangpun mereka masih menggunakan peralatan tradisional yang sederhana untuk menangkap hiu yaitu dengan menggunakan alat tangkap pancing ulur yang sederhana dan kapal yang hanya berukuran kurang dari 5 GT. Menurut nelayan disana hiu banyak terdapat di daerah tersebut, bahkan jaring untuk menangkap ikan selain hiu juga mendapatkan hiu dalam jumlah banyak. Mereka mengira bahwa daerahnya merupakan salah satu tempat berkembangbiaknya hiu. Oleh karena itu penangkapan hiulah yang menjadi tangkapan utama di daerah tersebut.

Gambar. Hiu martil (Sphyrna lewini) yang 
banyak tertangkap di Lombok (Foto oleh Ebie)
Sekarang penangkapan hiu menjadi sebuah permasalahan di dunia. Banyak LSM-LSM yang mulai melakukan aksi untuk mencegah penangkapan hiu di seluruh dunia. Dari berbagai macam jenis hiu ada beberapa hiu yang  sudah mengalami eksploitasi berlebihan sehingga keberadaannya di alam dinyatakan hampir punah. Menurut IOTC (2013) jenis hiu martil atau Sphyrna lewini dan Allopias pelagicus atau hiu tikus merupakan salah satu hiu yang hampir punah keberadaannya di dunia. Namun nelayan tidak peduli dengan keberadaan hiu-hiu yang hampir punah tersebut. Bagi mereka hiu yang sudah jarang ditemukan merupakan hiu yang mahal harga jualnya ke industri-industri pengumpul sirip hiu. Hiu masih mereka tangkap selama hiu yang ada di perairannya masih banyak dan berlimpah, beda halnya jika lumba-lumba yang tertangkap biasanya jika lumba-lumba tertangkap oleh jaring mereka akan dikembalikan lagi ke alam dan ada juga beberapa nelayan nakal yang akan diambil kemudian mereka melakukan transaksi oleh kapal asing di tengah laut.

Minggu, 21 September 2014

Wajah pertanian dan Refleksi diri

Katanya zamrud khatulistiwa
Nyatanya kilau air mata
Katanya serpihan surga
Nyatanya oh .. (Iwan Fals – Katanya)

Semakin hari isu-isu pertanian terus digulirkan dan digaung-gaungkan,Tak aneh dan tak heran  pembahasan masalah pertanian yang sering terdengar adalah mengenai nasib para buruh tani, tengkulak yang sewenang-wenang, kebjiakan pemerintah yang tidak pro rakyat, alih fungsi lahan, dll. Sepertinya banyak lagi jika permasalahan-permasalahan tersebut diuraikan lebih detail dan rinci. Saya kira itu tidak perlu dijabarkan, karena saya yakin konsep beserta solusinya telah dibuat oleh para ahli dan stakeholder di bidang pertanian. Sekarang pertanyaannya, mengapa langkah-langkah nyata penataan pertanian Indonesia belum terasa?

    Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas sepertinya perlu ada sedikit brainstorming mengenai wajah pertanian tempo doeloe. Jika saya mengingat  masa kecil, saya jadi teringat bagaimana kita mengagung-agungkan betapa subur dan kayanya tanah air Indonesia. Masih ingat dengan kata-kata ini? Zamrud khatulistiwa-gemah ripah loh jinawi-toto tentrem kerto raharjo-Negara agraris. Ditelaah lebih jauh, ternyata memang benar nenek moyang kita telah berkecimpung di dalam dunia pertanian dari masa berburu, meramu, dan bercocok tanam. Sebenarnya masih banyak pembahasan mengenai kejayaan pertanian pada masa lalu.

Ngobrol Pertanian

Catatan Mba Rita (Itok) pada Kelas Menulis, Sabtu 13 September 2013
Peserta Kelas Menulis perdana BWYC 'Bogor Writers Youth Camp'

Gak terlalu sering kegiatan seperti ini dilakukan. Sekumpulan anak muda berkumpul untuk ngobrol satu topik tertentu. Dafid Suki dan Nike Husen yg jadi seksi sibuk. Pertemuan ini tidak berbayar. Peserta ngongkos masing-masing. Yang jadi host kegiatan adalah Samdhana yg concern dengan isu peningkatan kapasitas diri anak muda agar lingkungannya lebih baik. Ini salah-satu bentuk dukungannya.
Bukan sembarang ngobrol, karena ini menyangkut jati diri bangsa yang katanya negara agraris. Yang bikin unik kegiatan ini karena setelah ngobrol, dengerin narasumber (narsum), dengerin pertanyaan sesama peserta, saling menjelaskan, lanjut praktik langsung. Yes, menulis! Narsum-nya juga unik. Adalah praktisi langsung. Bukan yang biasa diundang di gedung dan training-training di hotel. Tapi biasa ngobrol sama petani. Kebetulan juga latar belakang kedua narsum adalah anak sekolahan. Jadi bisa paham bingitt bagaimana sulitnya persoalan pengembangan pertanian yang sedang kita hadapi saat ini.
Peserta yang hadir datang kebanyakan mahasiswa. Beberapa sudah menyelesaikan tugas kemahasiswaannya atau kembali mendaftarkan diri menjadi mahasiswa. Mungkin belajar formal 4 tahun dirasa tidak cukup, jadi perlu ditambah lagi.
Emang sih sekolah tuh asyik, melenakan, ketemu orang baru dari berbagai provinsi, tangan tidak langsung kotor belepotan tanah karena memang kebanyakan ngurusin buku dan huruf. Kita menyebutnya itu kerja teori. Prof Sajogjo (alm), Bapak Sosiologi Indonesia pernah menulis artikel, Teori yang Berpraktik dan Praktik yang Berteori. Saya memahaminya bahwa kita harus seimbang antara teori dan praktik, yin-yang, siang-malam.
Del Anno nama keren facebook Kak Riza, narsum pertama yang mengantar peserta memahami sejarah pertanian dan persoalan kekinian. Sebuah ekosistem buatan yang ditujukan untuk pengadaan kebutuhan pangan manusia, itulah batasan pertanian. Saking pentingnya nih isu pertanian, maka negara turut hadir dalam berbagai intervensi melalui subsidi benih, pupuk, dan pemasaran. Negara-negara maju bahkan menggelontorkan ribuan dolar dananya agar produk pertanian bisa diserap di berbagai dunia berkembang. Indonesia saja yang mengklaim negara agraris terkenal pengimpor berbagai produk pertanian.